Sabtu, 20 September 2008

Ramadhan 15 dan Tragedi Pasuruan

Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un

Telah terbuka mata kita bahwa sesuatu yang baik itu tidak cukup hanya bermodalkan niat baik saja. Perencanaan dan teknik/cara jangan dibuat sekenanya. Ya, Ramadhan ke 15 kemarin menjadi bencana bagi sebagian warga Pasuruan yang berniat untuk mengambil zakat. Dua puluh satu orang tewas terinjak-injak dan kehabisan oksigen saat pembagian zakat di rumah salah satu orang kaya di Pasuruan.

Saudaraku, belajarlah dari pengalaman, karena seorang muslim tidak boleh jatuh untuk kedua kalinya pada lubang yang sama.

Tahun sebelumnya peristiwa serupa hampir terjadi di tempat yang sama. Beberapa orang terjadi ke selokan dan beberapa pingsan saat pembagian zakat waktu itu. Malam dan esoknya beberapa tokoh negeri ini menyayangkan cara tersebut. Liputan di surat kabar dan media televisi tentang kasus ini banyak diulas. Tokoh-tokoh agama banyak memberikan komentar yang bernada miring.

Ternyata, setahun setelahnya. Setelah telinga, mata dan hati kembali ditutup, cara yang sama diulang. Akibatnya, 21 orang menjadi korban. Tewas saudara..bukan lagi pingsan. Tak perlu kata-kata lagi tuk menggambarkannya.

Orang miskin penerima zakat kita adalah orang yang harus dihormati. Merekalah yang berperan dalam menyucikan harta kita. Perlakukanlah mereka dngan baik. Jangan dibuat sengsara dengan menyuruh mereka merangkak meminta zakat kita. Contohlah bagaimana Sayyidina Umar r.a yang harus memikul bahan makanan sendiri, memasak dan menyuapi sendiri orang miskin yang ditemuinya. OK lah kalau ada yang memberikan tafsiran brbeda antara zakat dan shodaqoh. Artinya zakat harus terang-terangan karena kewajiban dan ada tendensi dakwah sedangkan shodaqoh harus rahasia karena bersifat tidak wajib dan agar terhindar riya’. Tapi, tetaplah cara yang santun dan bijak tetap diperlukan.

Andai saja peristiwa ini tidak terekam dalam memoriku sebagai peristiwa tahunan [aku tahu sejak 2 tahun lalu karena eks kantorku hanya berjarak 100 meter dari tempat kejadian perkara], tentu aku tidak perlu mencatat dalam blogku ini. Jujur saja, menulis kejadian ini membuat diriku kehilangan rasa humor. Gaya tulisanku jadi kaku dan berbeda. Ya..kan ?

Tidak ada komentar: