Rabu, 24 September 2008

Ramadhan dan Tadarus Al Qur'an

Tadarus Al Qur’an merupakan ibadah yang tidak akan terlepas dari bulan suci Ramadhan, bulan dimana diturunkannya Al Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia, penjelas bagi petunjuk dan pembeda antara kebaikan dan kejahatan.
Diceritakan bahwa Rasulullah saw selalu bertadarus Al Qur’an dengan Jibril selama Ramadhan. Bahkan frekuensinya meningkat menjelang wafatnya Rasulullah saw.
Kemudian amalan ini dilanjutkan para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan seterusnya sampai pad kita.

Bertadarus bukan hanya meretas Al Qur’an sampai khatam berulang-ulang. Lebih baik lagi jika ada pembelajaran bacaan dan menghayati isi kandungan Al Qur’an itu sendiri. Makhraj dan tajwid dilafalkan dengan benar. Kadang perlu juga penjelasan singkat dari makna kandungan ayat yang dibaca. Tentu saja ini hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang berilmu. Yang gak ada ilmu jangan coba-coba. Entar kayak golongan-golongan nyleneh yang memaknai Al Qur’an seenak udelnya dhewe.

Saat seperti ini tiba-tiba aku terkenang waktu masih kecil. Kira-kira sekitar usia 10 tahun. Saat itu aku sudah puasa penuh sebulan. Puasa penuh maksudnya bukan puasa dhuhur, tapi benar-benar penuh. Malam harinya, seperti kebanyakan orang dewasa lainnya, aku ikut tarawih dan tadarus Al Qur’an di musholla kampong kami. Jadi peserta termuda saat itu.
Pesertanya laki-laki semua. Ada kakekku dengan 3 anaknya [ salah satunya bapakku], satu orang menantu, tiga cucunya [termasuk aku] dan beberapa orang lain. Yang jelas keluarga kami saat itu menjadi penguasa arena karena jumlah kami lebih banyak dari yang lain. Lha wong imam sholatnya aja Pak Dhe-ku [paman tua]. Kakekku orangnya memang keras dalam masalah agama. Anak dan cucunya minimal harus bisa baca Al Qur’an saat usia 10 tahun. Belum bisa juga, siap-siap aja mengaji dalam naungan rotan pelecut semangat sang kakek. Allahumma nawir qobrohu birohmatika.. Ya Allah, sinarilah kuburnya dengan rahmatMu….

Saat itu pertama kalinya aku diajari bagaimana beradab terhadap Al Qur’an. Aku ditegur karena membuka lembaran mushaf dengan tangan kiri. Memakai tutup kepala saat membaca. Duduk bersila atau bersimpuh dengan khidmat. Jika napas terhenti di tengah-tengah ayat bukan waqof, diulang lagi dari jumlah [frase] terdekat. Dan seterusnya banyak lagi yang kupelajari dari beliau.

Aku sempat berpikir. Ini hanya adab. Karangan para ulama. Dalil-dalil khusus tidak ada. Kenapa harus segitunya sih ? Tapi waktu itu aku masih kecil, gak berani protes begitu. Nurut aja, entar cari tau sendiri

Beberapa tahun kemudian aku baru sadar. Sebuah ungkapan ulama berbunyi “ Barangsiapa meninggalkankan adab, dia akan meremehkan sunnah. Dan barang siapa yang meremehkan sunnah, dia akan mudah meremehkan wajib. Dan barang siapa yang meremehkan wajib maka dia akan mudah kehilangan iman. Naudzubillah..”

Tidak ada komentar: