Selasa, 09 September 2008

Ramadhan dan Ghirah Para Waria

Allahu akbar !!!
Ramadhan memang milik semua. Laki-laki, perempuan dan waria. Lho,koq waria sih ?
Waria merupakan akronim dari wanita pria. Waria merupakan gejala psikologi / kejiwaan dimana seseorang cenderung untuk menolak jenis kelamin yang dimilikinya walaupun memang ditemukan gejala waria dalam bentuk biologis. Artinya seseorang memiliki kelamin ganda / hermaphrodit. Hanya saja kasus seperti ini sangat jarang terjadi.

Kasus waria memang telah menjadi bahasan para ulama fiqih / hukum islam sejak lama. Bukan hanya kontemporer sekarang, sejak jaman tabi’in permasalahan ini telah men jadi perdebatan. Terutama berkaitan dengan hal-hal yang berbau gender. Misalnya batasan aurat, posisi sholat jamaah, hak waris dan lain sebagainya. Tapi pembahasan ulama klasik tentu saja berkaitan dengan waria/wadam dalam arti biologis, bukan psikologis seperti yang banyak terjadi akhir-akhir ini.

Perkembangan permasalahan waria (di Indonesia) telah melalui berbagai kasus yang komplek. Penanganan pun tidak bisa dilakukan secara represif. Sebagaimana kutil, kalau tidak dibersihkan dari akarnya, permasalahan waria ini tak akan selesai. Di sini kita tidak akan membahas tentang akar masalah waria ini. Kita akan membahas tentang bagaimana perhatian masyarakat terhadap kelompok minoritas ini. Tentu saja atas nama hak asasi manusia mereka dibela dan disetarakan gendernya. Tapi disamakan dengan siapa ? Pria atau wanita ? Artinya jika mereka di tempat umum mereka masuk toilet laki atau perempuan ?

Kasus yang pernah terjadi saat aku kuliah dulu. Program KKN (Kuliah Kerja Nyata) UGM Yogyakarta periode tahun 2003. Salah satu kelompok KKN bertempat di Godean Sleman, ternyata masuk di dalamnya seorang waria, mahasiswa (?) FISIPOL yang mengaku memang waria asli secara biologis. Dia memakai jilbab, artinya dia menganggap dirinya sebagai seorang wanita. Saat di lokasi program, tentu saja diadakan pembagian tempat / kamar untuk tidur. Biasanya kelompok pria satu kamar sendiri dan wanita satu kamar sendiri. Nah, di saat pembagian ini, si doi diberi pilihan mau masuk kelompok pria atau wanita. Para wanita (asli) tentu saja menolak mentah-mentah. Dan para pria pun tidak kalah, menolak juga. Kalau yang masuk wanita tulen sih malah senang he…he…Ini waria jeeh…kan masih normal….Ronaldo aja yang ketipu juga ikut nolak…

Akhir-akhir ini kelompok waria ini rupanya mendapat perhatian serius dari kalangan masyarakat. Pemilihan Miss Waria Indonesia digelar dengan segala pro kontranya. Yang ngetrend adalah acara reality show di sebuah televisi swasta bertajuk Be a Man. Acara yang bertujuan untuk mengembalikan “kejantanan” para pesertanya. Nampaknya pesertanya juga sangat antusias. Pemenang kontes Miss Waria yang berasal dari Malang Jawa Timur pun ikut serta.

Di bulan Ramadhan ini pun perhatian terhadap kelompok waria ini pun timbul. Memang, daripada mereka dimusuhi, dilecehkan atau diasingkan, lebih baik mereka dibina. Karena sejak awal mereka mempunyai kelainan psikis, jadi perlakuan represif semakin membuat mereka menyimpang lebih jauh. Di daerah Notoyudan, Gedongtengen terdapat Pesantren Ramadhan Khusus Waria yang diselenggarakan oleh Pesantren Mujahadah.(lebih lengkap baca Kedaulatan Rakyat, 09 September 2008).Pesertanya tentu saja para waria yang ingin mendekatkan pada Sang Khalik. Peserta tidak hanya berasal dari Jogja, tapi juga berasal dari Jakarta, Palembang, Medan dan kota-kota lain. Kegiatannya pun tidak jauh beda dengan pesantren lain. Sholat berjamaah, tarawih, tadarus Al Quran dan kajian-kajian keagamaan. Hanya saja kajiannya dibuat sesederhana mungkin karena untuk memberi motivasi mereka agar lebih dekat pada ajaran agama. Maklum, pesantren ini baru saja berdiri , akhir Juli 2008.

Tentu saja karena mereka waria, perlakuannya pun lebih rumit. Untuk busana, ada yang memakai sarung dan berkopyah layaknya pria dan ada juga yang menggunakan mukenah saat sholat. Pengasuh pesantren menyatakan terharu saat pertama melihat kesungguhan dari para peserta.

Itulah semangat / ghirah kaum waria. Kaum yang termarjinalkan. Orang-orang yang divonis masyarakat sebagai orang yang tidak punya rasa syukur pada Pencipta. Kaum yang disebutkan dengan rasa kejijikan dan pelecehan. Mereka toh manusia yang punya naluri mengabdi dan beribadah kepada Tuhan. Dan semoga Ramadhan ini lebih memberi mereka pencerahan dan hidayah Allah subhanallahu ta’ala.

Tidak ada komentar: